indonesia

Masyarakat Internasional Mendukung Papua Bagian dari NKRI

Papua adalah pulau paling timur Indonesia. Masyarakat internasional pun mengakui Papua sebagai bagian tidak terpisahkan dari Indonesia. Klaim kelompok separatis yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia dianggap mengada-ada. Sebagai negara Sahabat, Selandia Baru menegaskan bahwa pihaknya mendukung kedaulatan Indonesia termasuk Papua agar tetap menjadi bagian dari NKRI, Selandia Baru juga menjelaskan segelintir oknum dari negaranya yang menyatakan dukungan kemerdekaan Papua disebut sebagai opini belaka. Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya mengatakan, Selandia Baru itu selalu mendukung kedaulatan Indonesia, mereka senantiasa menghormati wilayah teritorial Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Mahfud MD juga menegaskan, bahwa Selandia Baru merupakan negara Sahabat Indonesia yang sangat mendukung integrasi atau keutuhan wilayah Indonesia termasuk sangat mendukung soal Papua sebagai bagian dari Indonesia.       Dirinya juga menambahkan bahwa dukungan dari Selandia Baru terkait keutuhan Papua sebagai bagian dari NKRI diperlukan bukan hanya secara politis saja, namun juga secara konstitusional. Hal tersebut guna mempertahankan apa yang sudah menjadi keputusan internasional. Karena hukum internasional sudah menyatakan Papua itu bagian yang sah dari NKRI dan semua wilayah yang sudah menjadi bagian sah tersebut haruslah dipertahankan oleh negara yang bersangkutan dengan cara apapun. Mahfud juga meluruskan terkait dengan dugaan isu pelanggaran HAM di Papua yang selama ini berkembang. Pada sebuah kesempatan, ia menjelaskan kepada anggota parlemen Selandia Baru kalau apa yang terjadi di Papua merupakan gerakan separatis. Indonesia memiliki undang-undang yang menjamin hak negara untuk melakukan langkah-langkah terkait keamanan. Mahfud menegaskan kalau ada dugaan pelanggaran yang terjadi, hal itu merupakan efek dari konflik horizontal antar-kelompok. Perlu kita ketahui Papua merupakan bagian Integral Indonesia sejak rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, sehar setelah Soekarno – Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945. Wilayah Papua secara umum merupakan daerah yang kaya akan keanekaragaman hayati, dengan berbadai sumber daya alam, suku serta bahasa. Dari posisi geopolitik Papua berbatasan dengan Negara – negara yang memiliki kekuatan ekonomi global potensial mulai Filipina di sebelah utara, lalu merembet ke Hongkong, Taiwan, Jepang, hingga kepulauan pasifik dan benua Amerika di sebelah timur sedangkan di selatan berhadapan dengan Australia. Namun, kenyataannya kondisi wilayah Papua masih belum berkembang sepenuhnya, hal ini tak lain dikarenakan kondisi sosial – keamanan yang belum stabil akibat terus berkembangnya gerakan kelompok separatis di wilayah tersebut. Bahkan kelompok yang menginginkan Papua berpisah dari Indonesia tersebut, tak jarang terlibat baku tembak dengan aparat TNI/Polri, gangguan keamanan inilah yang menyebabkan pembangunan dari berbagai sektor terhambat. Sementara itu, Masyarakat Papua juga tak hilang semangat dalam menyampaikan kesetiaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka secara sadar menolak referendum dan intervensi asing terhadap persoalan Papua yang dapat memecah belah persaudaraan dan persatuan Indonesia. Sampai kapanpun Papua adalah bagian dari NKRI dan tidak bisa dipisahkan. Semua warga negara harus tunduk pada hukum dan jika ada orang yang bersalah maka harus mendapatkan hukuman yang sesuai dengan undang – undang yang berlaku. NKRI dan Pancasila sudah final dan tidak dapat diubah, adalah kewajiban bagi seluruh bangsa untuk menjaga Indonesia dari segala upaya perpecahan. Pada September lalu, sejumlah warga asal Papua yang tinggal di berbagai wilayah, menggelar aksi turun ke jalan dan menyatakan tak akan memisahkan diri dari NKRI. Karena itu, mereka berharap dukungan semua pihak agar Bumi Cenderawasih segera damai kembali. Aliansi Masyarakat Peduli Papua saat menggelar aksi damai terseut tak lain merupakan bentuk dukungan bagi masyarakat Papua sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Pihaknya menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari Kebhinekaan yang harus dijaga dan dirawat nilai luhur budayanya. Nilai yang dapat menyatukan wilayah-wilayah di bumi nusantara dari Sabang sampai Merauke. Mereka juga menegaskan tidak ada keinginan rakyat Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Pada dasarnya masyarakat papua adalah masyarakat yang cinta damai dan tidak suka dengan keributan atau kerusuhan apalagi perpecahan. Oleh karena itu, sudah semestinya kita menjaga semangat persatuan Indonesia untuk menjaga wilayah Papua agar tidak memisahkan diri dari Indonesia, apalagi dengan adanya dukungan dari negara sahabat dan bahkan masyarakat asli Papua sendiri yang tetap berpendirian teguh agar Papua tetap bergabung dengan NKRI.

Masyarakat Internasional Mendukung Papua Bagian dari NKRI Read More »

Papua Damai Tanpa Organisasi Separatis

17 Agustus 1945 Bung Karno memroklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Namun, Belanda masih tidak mau angkat kaki dari wilayah NKRI termasuk daerah Papua. Entah apa yang melatarbelakangi keengganan mereka untuk angkat kaki dari Tanah Papua, siapa yang tau pada masa itu? Entahlah! Bangsa Indonesia pada saat itu tidak tinggal diam melihat kelakuan Belanda, banyak upaya-upaya dalam mengusir penjajah Belanda dari Tanah Papua. Salah satu faktor penyebab Papua terus terjadi pergolakan adalah karena banyak opini dan pendapat sehingga menyebabkan banyak perdebatan tentang keabsahan pelaksanaan Referendum Papua melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Banyak anak muda zaman sekarang yang tidak mengerti secara mendalam peristiwa PEPERA ini kenapa dilaksanakan. Peristiwa PEPERA ini didahului berbagai peristiwa, diantaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, Peristiwa Tri Komando Rakyat (Trikora) 1961, dan New York Agremeent 1962. Sebelum pelaksanaan PEPERA, Bung Karno menginjakkan kaki di Tanah Papua dan berpidato dengan semangat di hadapan ribuan warga Papua, “Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata, memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia…” (cuplikan pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura, tanggal 4 mei 1963) Pelaksanaan referendum dipersiapkan sekitar 7 tahun yang di siapkan oleh salah satu badan PBB bernama UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority).  Kemudian pada tahun 1969 referendum (PEPERA) digelar dan hasil referendum tersebut adalah Papua kembali ke pangkuan NKRI, maka jadilah Papua menjadi provinsi ke-26 di Indonesia dengan nama Irian Jaya. Namun keputusan ini sangat ditentang oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal ini diteruskan hingga saat ini oleh kelompok-kelompok separatis di Tanah Papua, mereka meminta referendum ulang padahal hal itu sangat tidak mungkin untuk dilaksanakan. Hingga saat ini perjuangan Papua untuk tetap berintegrasi dan tetap dalam wilayah NKRI masih belum selasai. Kelompok separatis Papua pun semakin lihai dalam meminta dukungan dari dalam maupun luar negeri. Penggunaan senjata dalam memerdekakan Papua sudah dikurangi karena kekerasan bukanlah satu-satunya cara untuk merdeka. Sehingga mereka sudah mulai menggunakan soft-approach untuk meminta dukungan dan menggukan ISU HAM dan KEMANUSIAAN untuk menggalang pihak-pihak yang bersedia memberikan dukungan. Hal ini pun menjadi salah satu perhatian dunia internasional karena ISU HAM menjadi sangat marak dibahas untuk saat ini. Kelompok-kelompok separatis ini diantaranya Organisasi Papua Merdeka (OPM), Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai sayap politik OPM, dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Masyarakat Papua menghadapi nasib yang mereka alami selama ini disebabkan ulah segelintir oknum OPM dan KNPB tersebut yang melakukan aksi kekerasan dan penindasan. Sekain itu, mereka juga melakukan propaganda dan provokasi kepada masyarakat Papua agar mau memerdekakan diri dan keluar dari NKRI. Untuk itu masyarakat Papua harus terus konsiten satu suara menuntut agar OPM dan KNPB dibubarkan dari Tanah Papua karena dinilai eksistensi organisasi-prganisasi tersebut melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Berbagai kegiatan propokatif politik dan aksi- aksi anarkis yang selama ini dilakukan oleh kelompok organisasi separatis ini menjadi musuh dalam selimut dari seluruh masyarakat Papua. Isu-isu tentang kabar miring yang tidak pernah benar dan sesuai kenyataan yang terjadi dilapangan selalu disebarluaskan kepada seluruh masyarakat yang membuat masyarakat semakin risih dan geram dengan pemberitaan tersebut. Organisasi-organisasi separatis Papua ini merupakan organisasi yang bisa dikatakan cukup berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aksi yang telah mereka lakukan, diantaranya adalah peneyerangan, penembakan, pemerasan, pemerkosaan, dan pembakaran fasilitas umum. Dalam acara gelar barang bukti yang dilakukan TNI di lobby Markas Kodam Cendrawasih, di Jayapura, Kamis (7/8/2014), terdapat 44 pucuk senjata api (senpi) dari berbagai jenis, 9 magazin dan 1.522 amunisi Semua barang bukti itu adalah hasil sitaan dari kelompok sipil bersenjata melalui kontak tembak, dan juga melalui operasi penegakan hukum yang dilakukan pihak TNI selama tujuh bulan terakhir di Papua, sejak Januari sampai Juli 2014. (kompas.com 8 Agustus 2014) Hal tersebut merupakan salah satu fakta bahwa oganisasi separatis yang ada di Papua cukup berbahaya karena memiliki senjata dimana peraturan yang ada di Indonesia tidak memperbolehkan masyarakat sipil memiliki senjata. Tidak menutup kemungkinan masih banyak senpi yang beredar di masyarakat sipil di Papua, hal ini sangat berpotensi menjadi sumber ketakutan dan keresahan masyarakat Papua pada umumnya. Namun masayrakat Papua tidak tinggal diam dalam menyikapi adanya kelompok-kelompok separatis ini. Banyak aksi-aksi unjuk rasa yang menolak adanya kelompok-kelompok separatis yang berkembang sejak lama di Papua. Salah satu contohnya adalah aksi yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat asli Kokoda, Sorong, Papua Barat, menolak Gerakan Separatis Papua Merdeka, dan menolak kehadiran organisasi terlarang. Aksi demo dan deklarasi tersebut menyatakan bahwa NKRI adalah harga mati, kebhinnekaan yang ada di Indonesia semuanya tetap satu dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu aksi serupa juga dilakukan oleh sejumlah elemen yang mengatasnamakan Aliansi Bela Negara Kesatuan Republik Indonesia (Selasa 31/5/2016), menggelar aksi arak-arakan dan melakukan orasi di seputaran Jalan Percetakan Sanggeng Manokwari. Aliansi tersebut menolak dengan tegas keberadaan KNPB, PRD, ULMWP, dan NRFPB di Papua serta meyatakan Provinsi Papua Barat secara de facto dan de jure merupakan bagian tak terpisahkan dari NKRI. Dari beberapa fakta diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Papua sangat menolak dan menentang keras organisasi-organisasi sepratis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI. Hal ini disebabkan karena organisasi tersebut merupakan organisasi militan yang tidak jarang meneror masyarakat dengan berbagai aksi yang mereka lakukuan, diantaranya adalah pencurian, penembakan, pemerkosaan, dan pemerasan. Untuk itu, masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Papua harus menolak adanya organisasi sepratis di Papua dengan cara tidak mudah terprovokasi dan tidak ikut serta kedalam organisasi separatis tersebut. Tanamkan dalam hati bahwa NKRI adalah harga mati, tak kan ada yang bisa merusak dan menjatuhkan kedaulatan NKRI dari Sabang sampai Merauke. Satukan Raga Junjunglah Cinta Demi Kedamaian dalam Kasih Abadi Sepanjang Masa. Cinta Negeriku, Kau Bangkitkan Semangat Hidup Selalu. 

Papua Damai Tanpa Organisasi Separatis Read More »

Berbeda-beda Tetapi Satu Jua, Papua Tetap Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan, bahasa dan adat-istiadat, namun keseluruhannya merupakan satu persatuan. Akan tetapi saat ini timbul suatu permasalahan, yaitu melemahnya persatuan Indonesia karena adanya konsep separatis Papua dari Indonesia. Permasalahan itu disebabkan beberapa faktor yaitu opini tentang perbedaan ciri fisik masyarakat di bagian barat Indonesia yang rata-rata berkulit sawo matang dan berambut lurus dengan masyarakat ras Melanesia berambut keriting serta berkulit hitam. Tidak hanya itu, kehadiran orang luar Papua masuk ke wilayah Papua, terkadang dianggap oleh sebagian masyarakat Papua sebagai suatu bentuk penjajahan terhadap sumber penghidupan masyarakat Papua.  Hal tersebut berdampak pada persepsi masyarakat bahwa Papua adalah wilayah sendiri yang dihuni oleh orang asing. Sebenarnya opini tersebut menyebabkan timbulnya pemikiran bahwa Papua satu kesatuan sendiri dan terlepas dari Indonesia. Permasalahan mengenai pemanfaatan sumber daya alam juga menjadi salah satu pola pikir masyarakat yang salah apabila tanah Papua merupakan pulau yang hanya dimanfaatkan oleh Indonesia dan pihak luar negeri sebagai lahan tambang berbagai sumber mineral dan logam mulia. Di samping itu, ketertinggalan dan lemahnya pendidikan di sana  memberi dampak kurangnya rasa nasionalisme terhadap NKRI, sehingga masih banyak masyarakat Papua yang kurang paham tentang kesatuan Indonesia dan lebih memilih ke pemisahan Papua dari Indoneisa. Permasalahan itu memberikan pemikiran-pemikiran baru tentang “Mengapa Papua tidak merdeka saja, kalau sudah merdeka nantinya Papua tidak akan dijajah oleh pihak asing bahkan negara sendiri”. Pernyataan tersebut sampai saat ini menjadi dasar bagi beberapa masyarakat Papua dan merupakan faktor kuat meluasnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Selanjutnya, mengapa Papua tidak merdeka saja? Pada awal tahun 2000 Papua mendapatkan biaya bantuan dari Presiden Abdurrahman Wahid sebesar Rp 1 miliyar, sebagai bantuan dalam upaya melakukan musyawarah besar Papua tentang penyelesaian permasalahan Papua Barat, akan tetapi musyawarah tersebut malah memberikan kesempatan bagi pihak pemisah Papua untuk mencari dukungan internasional. Peristiwa itu sampai saat ini masih menjadi latar belakang dan celah untuk memisahkan wilayahnya. Mengapa Papua Harus Bersatu? Banyak dampak negatif yang akan muncul apabila Papua merdeka. Persatuan, kesatuan, dan kedaulatan menjadi alasan mengapa Indonesia harus dijaga keutuhannya. Masyarakat yang setuju dengan pemisahan Papua menyatakan bahwa apabila Papua merdeka, masyarakat Papua tidak akan dijajah lagi dan mendapatkan berbagai bantuan dari negara-negara besar seperti Australia dan Belanda. Pernyataan-pernyataan tersebut hanyalah pengaruh yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai kepentingan dan mencari keuntungan terhadap kemerdekaan Papua. Dan apabila Papua merdeka permasalahan tersebut akan berpengaruh sangat luas bagi Indonesia. Seperti yang dijelaskan pada hasil Konvensi PBB (UNCLOS 1982) tentang hukum laut, apabila Indoneisa merupakan negara kepulauan dengan garis terluar negara adalah perairan dengan jarak 200 mil ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Bayangkan saja apabila Papua merdeka, ribuan pulau dan lautan yang sangat luas akan terancam hilang dan Indonesia akan dipandang sebagai negara lemah, karena Indonesia tidak dapat menjaga kedaulatannya serta akan diremehkan sebagai negara hukum yang buruk. Bagaimanapun dorongan untuk Papua merdeka baik dari dalam maupun dari luar negeri, seharusnya tidak akan mengubah pola pikir kita mengenai kesatuan Indonesia dimana Papua akan tetap menjadi bagian dari Indonesia. Indonesia adalah negara yang berdaulat, Indonesia adalah negara dengan Pancasila sebagai dasar hukum dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan itu semua harus kita pegang teguh. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia baik Suku Jawa, Melayu, maupun Malanesia, hal tersebut sudah tertera dalam dasar Negara ini tumbuh dan berkembang yaitu Pancasila, dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” Itulah yang menjadikan Indonesia walaupun mempunyai banyak pulau, bahasa, suku, budaya tetap menjadi satu persatuan. Dan seharusnya kita bangga dengan Indonesia, karena dapat menyatukan perbedaan di atas tanah Indonesia yang kaya-raya. Ayo kita dukung Indonesia “Negara Kesatuan Republik Indonesia” harga mati.

Berbeda-beda Tetapi Satu Jua, Papua Tetap Indonesia Read More »

Membangun Papua Dalam Kerangka Bhineka Tunggal Ika

Sejarah akan mencatat tahun ini bahwa masyarakat di seluruh Indonesia serta masyarakat Papua khususnya, bersuka cita guna memperingati HUT Ke-53 integrasi Papua kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Integrasi Papua kembali ke pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963 merupakan momentum sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Papua pada khususnya. Kembalinya Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi itu, melewati perjuangan panjang dan perdebatan sengit. Bahkan, ancaman akan adanya konfrontasi bersenjata. Akhirnya, melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), integrasi Papua kembali ke pangkuan NKRI dikukuhkan oleh Majelis Umum PBB melalui sebuah resolusi.  Persoalan Papua masuk ke NKRI sudah final sesuai Resolusi PBB Nomor 2504 yang menyatakan Irian Barat (dulu) merupakan bagain integral NKRI. Untuk itu, pemerintah mengajak warga Papua untuk menghilangkan perbedaan persepsi soal integrasi Papua kembali ke pangkuan NKRI dan juga memanfaatkan momentum peringatan integrasi Papua kembali ke pangkuan NKRI tersebut, mengajak warga Papua agar bersama-sama menjaga stabilitas keamanan dan pembangunan infrastruktur ekonomi di daerah tersebut. Sementara itu, meski Papua sudah 53 tahun kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun masih saja ada kelompok-kelompok dan pihak-pihak tertentu yang berlawanan ideologi dengan paham NKRI. Meskipun masih ada kelompok-kelompok seperti itu namun masih bisa dikendalikan. Tugas kita untuk terus memberikan pengertian kepada mereka bahwa kita semua sudah merdeka dalam bingkai dan wadah negara kesatuan NKRI. Semua warga Papua sudah bebas menyampaikan aspirasinya. Berdasarkan fakta dilapangan, masyarakat dari suku manapun di seluruh NKRI tidak pernah memperlakukan diskriminatif masyarakat Papua dan tidak ada satupun hak yang dibedakan dengan masyarakat NKRI lainnya, malah masyarakat Papua diperlakukan serba khusus. Coba perhatikan, masyarakat Papua yang ada di wilayah NKRI, tidak pernah diberlakukan sebagai masyarakat atau bukan pribumi (tamu) oleh masyarakat setempat, tetapi mengapa masyarakat Papua di wilayahnya menganggap saudara-saudaranya dari suku di wilayah NKRI sebagai masyarakat pendatang/tamu dan malah dianggap musuh. Masyarakat Papua harus menyadari, jika Papua pisah dari NKRI maka Papua akan mundur 2 abad kebelakang. Coba perhatikan, apakah ada negara tetangga di wilayah Melanesia yang lebih baik, maju, modern dari Tanah Papua? Jawabnya tidak ada. Malah hampir seluruh kebutuhan masyarakat di wilayah Malenesia (Papua Nugini) dipasok dari Papua. Mengapa itu terjadi? Karena masyarakat di wilayah Malenesia dikuasai oleh negara asing. Untuk itu, masyarakat Papua harus menyadari itu, bahwa Belandalah yang membayar sekelompok pengkhianat untuk membuat simbol –simbol “Bendera Bintang Kejora” dan “Lagu kebangsaan Papua” sebagai negara bonekanya serta membuat kekacauan di Papua sampai saat ini melalui isu-isu politiknya. Aparat NKRI selalu dituduh melakukan pelanggaran HAM dan genosida terhadap masyarakat Papua tetapi kenyataannya kekerasan di Papua terjadi akibat perang suku, bukan karena tindakan aparat NKRI. Justru aparat NKRIlah berusaha mendamaikan, mengamankan dan mengajarkan peradaban pada masyarakat Papua. Untuk itu, masyarakat Papua harus bangga dan cinta kepada Papua, tetapi harus lebih bangga dan cinta sebagai bagian dari NKRI. Mengapa harus bangga, karena NKRI dibentuk atas dasar Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu). Percaya dan yakinlah, bahwa suku–suku/masyarakat yang berada dalam bingkai NKRI, tidak pernah menyakiti saudara-saudaranya di Papua. Malah akan membantu membangun wilayah dan masyarakat Papua mencapai kemajuan disegala bidang untuk mencapai kesejahteraan yang seadil-adilnya….Damailah Papua, jayalah NKRI

Membangun Papua Dalam Kerangka Bhineka Tunggal Ika Read More »

Papua Sejahtera Bersama Indonesia

Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari gabungan pulau-pulau seperti halnya Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan masih banyak lainnya. Kekayaan alam di Indonesia sangat berlimpah, ini merupakan peluang utama bagi Indonesia untuk menjadi negara yang maju dengan memanfaatkan kekayaan alam yang dimilikinya. Di sisi lain potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah tersebut saat ini juga dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai modal awal untuk membentuk negara sendiri ataupun melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal ini biasa disebut dengan separatisme. Separatisme biasanya terjadi karena adanya kekurangpuasan suatu kelompok ataupun organisasi terhadap pemerintah pusat, sehingga kelompok-kelompok ataupun organisasi tersebut berusaha untuk membuat suatu negara yang baru dengan garis komando yang  baru juga. Papua merupakan suatu wilayah di Indonesia yang memiliki SDA yang sangat berlimpah dan disana telah muncul juga suatu organisasi yang ingin membentuk negara baru, yaitu Organisasi Papua Merdeka (OPM), dimana organisasi tersebut ingin memisahkan diri dari NKRI dengan alasan bahwa telah kecewa terhadap pemerintah Indonesia karena mereka merasa pembangunan infrastruktur serta kesejahteraan masyarakat di Papua tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah pusat. Mereka berani menentang pemerintah pusat karena mereka juga beranggapan bahwa mereka akan mampu mendirikan negara baru dengan memanfaatkan kekayan alam yang mereka miliki sellhouse-asis. Kondisi ini tentu sangat berbahaya, karena jika organisasi tersebut dapat melepaskan diri dari NKRI maka akan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi NKRI. Fakta yang terjadi saat ini, pemerintah Indonesia telah membuat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dengan adanya UU tersebut maka sejak diberlakukanya UU tersebut pemerataan pembangunan daerah telah dimulai termasuk Papua. Berbagai upaya pemerintah Indonesia telah dilakukan sejak jauh-jauh hari dan hasilnyapun kini telah dapat terlihat dari banyaknya orang-orang OPM yang menyatakan diri kembali bergabung dalam pangkuan NKRI. Kejadian ini terjadi karena mereka merasa bahwa pemerintah Indonesia telah memberikan perhatiannya kepada masyarakat Papua. Fakta yang terjadi hingga saat ini telah tercatat ribuan orang OPM telah bergabung kembali ke NKRI dan pada perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke 71 juga telah bergabung kembali ratusan orang OPM dari daerah Tingginambot Kab. Puncak Jaya sebagai kado perayaan hari ulang tahun bagi Indonesia. Dengan adanya UU ini diharapkan Papua akan dapat kembali sepenuhnya dalam dekapan NKRI. Di sisi lain, untuk mengembalikan Papua ini perlu juga dukungan serta bantuan dari seluruh masayarakat Indonesia. Kita ketahui bahwa semboyan yang dimiliki oleh Indonesia yang menjadi penguat persatuan NKRI yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya meskipun berbeda-beda tapi tetap satu jua. Ini menunjukan meskipun Indonesia memiliki beragam suku dan budaya tetapi Indonesia harus tetap satu dalam satu kepemimpinan, yaitu pemerintah Indonesia. NKRI harga mati, Papua sejahtera bersama Indonesia, “MERDEKA”.

Papua Sejahtera Bersama Indonesia Read More »

Indonesia Bisa Jadi Poros Maritim Dunia

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Namun, visi mulia tersebut hanya akan menjadi slogan tanpa makna kalau seluruh pihak tidak benar-benar serius membenahi dan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki. Bamsoet mengatakan visi tersebut sangat mungkin terwujud, mengingat keanekaragaman hayati laut Indonesia sangat kaya ragam, yakni 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang, menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia. “Apalagi dengan posisi geografis yang strategis di antara dua benua Asia dan Australia dan dua samudra Pasifik dan Hindia, Indonesia adalah center of gravity perdagangan dunia, lebih dari 80 persen perdagangan dunia melalui laut dan 40 persen di antaranya melalui perairan Indonesia,” imbuh Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (1/7/2020). Mantan Ketua DPR RI ini mengingatkan upaya mengoptimalkan sumber daya kemaritiman mendapatkan tantangan berat. Apalagi saat ini Indonesia dan dunia sedang menghadapi Pandemi COVID-19. Akibatnya, harga ikan hasil tangkapan turun drastis, yang disebabkan oleh penurunan jumlah pembeli yang signifikan. “Banyak sektor usaha yang mengandalkan produk hasil laut seperti restoran seafood juga mengurangi atau bahkan menutup aktivitas usahanya. Pembatasan mobilitas pengangkutan hasil ikan dan penurunan volume ekspor, serta pembatasan akses keluar dan masuk antar wilayah juga turut berkontribusi pada penurunan penghasilan nelayan,” tutur Bamsoet. Sementara itu, saat saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan Nasional virtual Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menilai sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan potensi sumber daya laut, seharusnya nelayan adalah profesi yang menjanjikan dan penuh kesejahteraan. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi yang meliputi laut teritorial seluas 0,3 juta kilometer persegi, luas perairan kepulauan 2,95 juta kilometer persegi, dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,55 juta kilometer persegi, bisa dibayangkan sangat besar sekali potensi sumber daya laut yang dimiliki Indonesia. Bahkan, Badan Pangan dunia (Food and Agricultural Organization/FAO), mencatat potensi lestari sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia mencapai sekitar 6,5 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 ton per tahun. “Sementara potensi lestari sumber daya ikan laut diperkirakan sebesar 12,54 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEE,” imbuh Bamsoet. Sebagai Ketua Dewan Penasehat DPP HNSI, Bamsoet berharap Rapimnas bisa menjadi momentum menguatkan soliditas dan kematangan organisasi HNSI. Sekaligus sebagai sarana mawas diri, sudah seberapa jauh HNSI melangkah selama kurun waktu 47 tahun, sejak didirikan pada 21 Mei 1973. Dengan kekayaan sumber daya alam bahari yang begitu berlimpah, kenyataan mayoritas nelayan Indonesia masih hidup dalam belenggu kemiskinan, adalah sebuah paradoks. HNSI harus tetap berdiri di garis terdepan memperjuangkan nasib nelayan. “Adanya penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing dan keterbatasan kemampuan sumber daya nelayan dalam menghadapi persaingan, adalah dua di antara beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan. Kondisi ini juga mendorong penurunan jumlah nelayan, karena profesi nelayan dipandang tidak menjanjikan,” tandas Bamsoet. Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mendorong pemerintah senantiasa hadir menyelamatkan nelayan melalui kebijakan yang berpihak. Misalnya membeli produksi hasil nelayan, menjamin lalu lintas suplai logistik beserta sarana dan prasarana penunjangnya, mendorong kerjasama antar lini untuk menciptakan sinergi yang optimal, melaksanakan optimalisasi sistem resi gudang atau sistem tunda jual, serta berbagai kebijakan lainnya. Bahkan menggelorakan slogan gerakan memasyarakatkan makan ikan (GEMAR IKAN) pun akan membangun kesadaran masyarakat untuk meningkatkan konsumsi ikan yang dihasilkan oleh nelayan. Dirinya juga menambahkan keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 memerlukan komitmen dan kerja bersama seluruh komponen bangsa. “Di saat kita semua dihadapkan pada masa krisis seperti kondisi sekarang, sangat penting agar setiap elemen masyarakat berperan dan berkontribusi sesuai bidang masing-masing. HNSI senantiasa bergandengan tangan, bahu-membahu, bergotong royong bersama sebagai satu kesatuan bangsa dalam menghadapi pandemi COVID-19,” pungkas Bamsoet. Turut serta pada pertemuan tersebut secara virtual Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo, Ketua Dewan Pertimbangan DPP HNSI Laksamana TNI (purn) Bernard Kent Sondakh, dan Ketua Umum DPP HNSI Mayjen TNI Mar (purn) Yusuf Solichien. Sumber : https://www.infopresiden.com/2020/07/dukung-jokowi-ketua-mpr-yakin-ri-bisa.html

Indonesia Bisa Jadi Poros Maritim Dunia Read More »