ciptakerja

RUU Cipta Kerja Upaya Pulihkan Ekonomi Nasional

Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menerima Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) terkait masukan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Azis menegaskan bahwa, kedatangan Serikat Pekerja meminta agar kepentingan pekerja nantinya dapat masuk dan terakomodir dengan baik serta terawasi dalam proses pembahas RUU Cipta Kerja. “Intinya kehadiran KSPN ke DPR untuk dapat dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sehingga kepentingan pekerja dapat terakomodir dan terjalin komunikasi dengan baik. Tentunya DPR menyambut baik dan sangat berterima kasih telah memberi masukan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja dari Konfederasi Serikat Pekerja Nasional,” ujar Azis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/8/2020). Azis menerangkan, dalam diskusi yang berkembang, DPR dan Serikat Pekerja memiliki persamaan perspektif bahwa adanya RUU Cipta Kerja merupakan sebuah terobosan Reformulasi di tengah krisis Ekonomi Global akibat Covid 19 yang menghantam di berbagai dunia. Menurut dia, Negara perlu melakukan Percepatan Ekonomi Nasional dengan membuka lapangan kerja, Investasi dan peningkatan produktifitas perekonomian untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia di tengah krisis Ekonomi Global saat ini. “Jangan sampai kita mengalami Krisis berkepanjangan dan mengalami Resesi. Oleh karenanya, RUU Cipta Kerja merupakan sebuah terobosan di masa Krisis Ekonomi Dunia yang sedang bergejolak di masa Pandemi Covid 19. Investor boleh saja datang tapi tidak boleh mengganggu para pekerja. Nantinya dalam RUU Cipta Kerja Upah pekerja di Kabupaten atau kota dapat memiliki Upah lebih besar dari Upah Provinsi dengan syarat dan ketentuan” tegasnya. Politisi Partai Golkar itu juga berharap agar Elemen masyarakat dapat berperan aktif dalam memahami pembahasan RUU Cipta Kerja dengan selalu membuka situs resmi DPR di Baleg DPR agar mendapatkan informasi dan substansi yang tepat sesuai dengan perkembangan waktu dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. “Pembahasan RUU Cipta Kerja selalu terbuka dan kerap di siarkan di TV Parlemen DPR RI dan Web DPR setiap perkembangannya. Tentunya DPR selalu mendengan dan menerima masukan dari pihak manapun dalam pembahasan RUU Cipta Kerja” tandasnya. Diketahui, dalam pertemuan itu Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, Pimpinan Baleg M. Nurdin dan Anggota Baleg Lamhot Sinaga juga turut mendampingi Azis Syamsuddin

RUU Cipta Kerja Upaya Pulihkan Ekonomi Nasional Read More »

Soal Biaya dan Waktu, Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jauh Lebih Efisien

Pakar hukum Perdata Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Agus Prihartono menganggap penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih regulasi dan sulitnya investasi masuk jauh lebih efisien dari segi biaya dan waktu. “Metode Omnibus Law ini sudah tepat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih aturan dan sulitnya investasi masuk ke Indonesia. Secara anggaran dan waktu jelas lebih efektif karena semuanya diselesaikan dalam satu aturan besar,” kata Agus dalam diskusi virtual bertajuk “Akankah RUU Cipta Kerja Disahkan?”, Rabu (12/8/2020). Sistem Omnibus Law yang memungkinkan 74 undang-undang terkait dibahas dalam satu payung hukum, menurut Agus, sangat efisien secara anggaran legislatif. “Coba bayangkan kalau kita melakukan perubahan sebanyak 74 undang-undang, pasti biaya legislasinya akan sangat besar sekali,” kata Agus yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Untirta ini. Efisiensi waktu juga sangat diakomodir melalui penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Mengingat masih cukup banyak kekurangan dari undang-undang terkait kemudahan berusaha di Indonesia saat ini. “Ini program prioritas pemerintah, menghilangkan hambatan berusaha di Indonesia. Omnibus Law ini bisa kita harapkan sebagai wadah solutif terhadap kekurangan UU yang ada. Ibaratnya, sekali mendayung bisa 74 lebih pulau terlewati,” kata Agus. Omnibus Law sendiri sebenarnya sudah banyak sekali diterapkan di negara-negara dengan sistem hukum Common Law. Utamanya untuk meningkatkan iklim dan daya saing investasi. “Kalau kita bandingkan dengan Singapura, di sana cukup dua perizinan dan aturan saja yang perlu dipenuhi untuk memulai usaha. Di Indonesia? Jumlah izin dan aturan yang perlu dilewati sangat banyak. Dengan kondisi saat ini, kita tidak akan pernah bisa bersaing,” kata Agus menambahkan.

Soal Biaya dan Waktu, Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jauh Lebih Efisien Read More »

RUU Cipta Kerja Dorong Peningkatan Kualitas Pekerja RI

Omnibus law RUU Cipta Kerja tidak hanya menguntungkan bagi pengusaha. Namun juga para pegawai. Karena RUU ini setelah disahkan akan mengubah iklim ketenagakerjaan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Jika RUU menjadi UU yang ramah investor maka diprediksi akan ada gerojokan investasi sehingga menambah lapangan kerja. Kontroversi tentang RUU Cipta Kerja terus berlanjut. Sebenarnya mereka yang menolak belum terlalu paham apa saja maksud dari RUU tersebut. Bahkan ada pula yang tidak membaca draft-nya sama sekali. Pemerintah menciptakan RUU ini dengan maksud baik, yakni menguntungkan bagi pengusaha maupun pegawai. Juga meningkatkan kualitas pekerja. Ada pasal dalam RUU Cipta Kerja yang mengubah aturan tentang investasi. Jika ia sudah resmi jadi undang-undang, maka aturan tentang investasi akan jadi lebih tertata. Jika sudah seperti ini, maka akan mengudnang investor asing, karena mereka yakin bahwa investasi di Indonesia sangat menguntungkan dan aturannya tidak ruwet seperti dulu. Ketika ada investasi yang masuk, maka akan ada proyek baru di Indonesia. Hal ini bisa menyerap banyak tenaga kerja, sehingga terbukti RUU Cipta Kerja sangat menguntungkan bagi pegawai. Apalagi ekonomi kita sedang bangkit setelah dihantam badai corona. Jika ada proyek baru, akan bisa meningkatkan kondisi finansial baik negara maupun rakyatnya. Gunawan Benjamin, akademisi UIN Sumatera Utara mengungkapkan bahwa RUU Cipta Kerja menguntungkan bagi pegawai, dan mereka bisa bersaing dengan tenaga kerja dari tenaga lain. Maksudnya, jika investor masuk ke Indonesia maka mereka akan tahu kualitas pekerja Indonesia yang tidak kalah dari negara tetangga. Jadi cukup investasi di sini, tidak usah ke sana. RUU Cipta Kerja juga mengandung pasal tentang aturan tenaga kerja kontrak. Tidak ada batas waktu jika seorang pekerja statusnya masih outsource ketika akan diangkat jadi pegawi tetap. Hal ini yang menjadikannya kontroversi. Padahal bisa meningkatkan kualitas pekerja, karena jika ingin diangkat jadi pegawai tetap, harus menunjukkan performa terbaik. Pemerintah tentu sudah mempertimbangkan dengan matang dan meneliti setiap pasal dari RUU. Jadi para pekerja tidak usah takut, karena mereka akan dijamin kesejahterannya. Terbukti dari pasal lain dari RUU ini yang menyatkan bahwa pegawai berhak mendapat bonus tahunan yang nilainya bisa sampai 8 kali gaji. Dengan adanya bonus tahunan maka diharap kinerja dari para pegawai makin moncer. Karena mereka bersemangat kerja dan berharap perusahaan makin mendapat keuntungan besar. Sehingga akan lancar dalam mencairkan bonus tahunan. Ada pasal di RUU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setiap pekerja bisa digaji per jam. Hal ini yang membuat banyak pegawai khawatir karena gaji bisa berkurang. Padahal jika mereka sudah bekerja 8 jam di kantor dengan performa baik, tentu akan mendapat gaji yang sangat layak. Bahkan jika mau lembur juga dapat tambahan penghasilan. Jangan takut dulu. RUU Cipta Kerja juga menghapus pasal tentang hak pekerja wanita untuk cuti haid. Hal ini bukanlah suatu kekejaman, namun kenyataannya, banyak perempuan yang tetap lancar bekerja saat sedang datang bulan. Mereka tetap berkarya di kantor dan jadi produktif. Aturan di RUU ini sebenarnya diciptakan untuk menguntungkan pekerja dan membuat mereka lebih produktif. Jadi jangan diprotes sebelum benar-benar diresmikan. Perubahan memang mengagetkan namun terjadinya pergantian aturan ketenagakerjaan dijamin akan membuat pekerja untung dan jadi produktif. RUU Cipta Kerja membuat pekerja jadi produktif karena mereka yang sebelumnya hanya tenaga outsource terpicu agar diangkat jadi karyawan tetap. Selain itu, mereka juga dipancing oleh besarnya bonus tahunan. Sehingga makin semangat bekerja di kantor.

RUU Cipta Kerja Dorong Peningkatan Kualitas Pekerja RI Read More »

Omnibus Law Cipta Kerja Mampu Selamatkan Indonesia dari Ancaman Resesi

Kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dinilai bisa menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi ekonomi jika disahkan menjadi Undang-Undang. Ancaman resesi diketahui semakin nyata setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil pertumbuhan ekonomi RI kuartal kedua yakni mengalami kontraksi sebesar minus 5,32 persen. Hal itu diakibatkan kegiatan ekonomi yang lesu karena pandemi Covid-19. Pengamat ekonomi Rahma Gafmi menilai adanya RUU Cipta Kerja akan menarik banyak investasi ke dalam negeri. “Kalau RUU Cipta Kerja segera diketok oleh anggota parlemen maka itu akan akan menarik investasi untuk lebih kencang datang ke Indonesia,” ujar Rahmi kepada wartawan, Senin (10/8/2020). Rahmi mengatakan RUU Cipta Kerja adalah peraturan yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan. Misalnya, dia mengatakan RUU Cipta Kerja dapat membuat peraturan yang tumpang tindih saat ini menjadi lebih jelas. Dia berkata banyaknya peraturan yang saling tumpang tindih telah menjadi hambatan investasi masuk ke Indonesia. Padahal, dia mengatakan investasi adalah senjata untuk menghadapi resesi ekonomi. “Tidak ada jalan keluar lagi kecuali kita bagaimana mempositifkan investasi. Karena kita tahu bahwa investasi yang positif itu akan memperluas kesempatan kerja,” ujarnya. “Kalau kesempatan kerja itu cukup diperluas maka tentunya dampak Covid–19 ini walaupun kita mempunyai suatu pertumbuhan ekonomi yang megatif di kuartal kedua ini, saya yakin justru nanti akhir tahun kuartal 4, walaupun ada suatu pertumbuhan yang negatif tapi tidak terlalu dalam,” imbuhnya. Rahma menjelasakan daya beli masyarakat yang rendah selama pandemi memberi dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Dia berkata rendahnya daya beli secara otomatis akan menurunkan produktivitas. “Tapi bagaimana kita bisa membangun suatu daya beli masyarakat yang kuat kalau misalnya tidak ada perluasan kesempatan kerja. Salah satu yang menjadi suatu pendorong perluasan kesempatan kerja adalah membangun investasi, baik itu dari luar maupun domestik,” pungkasnya.

Omnibus Law Cipta Kerja Mampu Selamatkan Indonesia dari Ancaman Resesi Read More »

RUU Cipta Kerja Bisa Menjadi Jaring Pengaman Upah Minimum Pekerja Baru

Upah Minimum Regional dan Provinsi menjadi salah satu topik hangat yang dibahas dalam Rancangan Undang Undang Cipta Kerja. Pasalnya isu ini menjadi sangat krusial karena mempengaruhi hajat hidup para buruh dan pekerja di Indonesia, terutama bagi karyawan baru. Topik ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Nasib RUU Cipta Kerja dan Upah Miimum Regional” yang digelar Institute for Digital Democracy (IDD) pada Rabu (29/72020). Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif IDD, yakni Bambang Arianto, MA, M,.Ak yang dipandu oleh Arief Noviadri selaku moderator. Diskusi yang digelar di kantor IDI ini mencoba mengelaborasi sisi upah minimum provinsi yang berkeadilan bagi para pekerja baru dalam RUU Cipta Kerja. Bambang, selaku pengamat RUU Cipta Kerja, menilai bahwa hingga saat ini masih banyak isu beredar mengenai hilangnya upah minimum bagi para pekerja dalam RUU Cipta Kerja. “Untuk pembahasan upah minimun, memang harus diakui ada sedikit revisi. Tapi kan tidak serta merta revisi ini menguntungkan pihak investor apalagi kaum kapitalis,” papar Bambang dalam keterangan pers. Bambang menjelaskan bahwa penyamarataan upah minimum dalam RUU Cipta Kerja hanya untuk karyawan baru yang masa kerjanya 1-12 bulan pertama. Bukan untuk semua karyawan, apalagi karyawan lama. “Karena karyawan baru itu kan masih masuk dalam masa training dan pemantauan biasanya. Biasanya, perusahaan memiliki SOP yang mengevaluasi para karyawan baru ini. Dalam banyak kasus, banyak perusahaan yang menurunkan gaji atau bahkan memberhentikan mereka tanpa pesangon apabila kinerjanya dinilai rendah atau tidak memuaskan,” jelas Bambang. Persoalannya, bagaimana agar tidak terjadi pemecatan secara semena-mena oleh perusahaan terhadap karyawan baru berdasarkan evaluasi sepihak dari perusahaan? Menurut Bambang, untuk mengantisipasi itu maka perlu ada aturan sebagai jaring pengaman begi para buruh “Untuk itulah, kita minta agar kasus pemecatan karyawan atau tidak diberikannya pesangon bagi karyawan baru, harus juga dipikirkan oleh pemerintah. Maka, saya pikir peran RUU Cipta Kerja bisa menjadi jaring pengaman bagi para pekerja baru agar mereka diberikan jaminan gaji atau upah minimum yang sepantasnya selama 12 bulan pertama,” jelasnya. Dengan demikian, menurut peneliti LPPM Unuversitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta ini, bagi para pekerja baru, meskipun performance-nya jelek,perusahaan tentu tidak boleh semena-mena menurunkan gajinya apalagi seenaknya memberhentikan mereka. Artinya, karyawan baru tersebut harus tetap diberikan gaji yang setimpal dengan upah minimun yang telah ditetapkan. “Tapi, ada yang mengatakan, upah minimum kecil dan di bawah standar? Kalau soal besar kecilnya jumlah upah minimun itu kan akan dikorelasikan dengan pendapatan perkapita provinsi dan tentu juga disesuaikan dengan kemampuan perusahaan masing-masing. Lagipula, tidak mungkin toh, perusahaan kecil atau UKM yang baru berkembang harus memberikan upah minimum sekelas daerah Jakarta misalnya. Ini kan bisa-bisa bikin perusahaan baru terutama UKM akan gulung tikar karena terlalu berat membayar upah minimum” kata Bambang melanjutkan. Bambang mengatakan bahwa dalam RUU Cipta Kerja ada ketentuan yang meminta perusahaan untuk bisa memberikan standar atau jaring pengaman perihal besaran upah minimum bagi karyawan baru melalui upah minimum provinsi. Tapi, apakah selamanya gaji karyawan baru akan sebesar itu? “Tentu tidak. Dikarenakan karyawan baru yang memasuki usia bekerja pada bulan ke-13 harus diberikan upah minimun regional yang sama dengan karyawan lainnya. Semisalnya begini, bagi pekerja di daerah Bekasi yang memasuki usia bekerja pada bulan ke-13 tentulah harus diberikan upah minimum regional yang sama dengan karyawan lainnya”, jelasnya lebih lanjut “Jadi tidak benar itu, bila ada yang mengatakan bahwa upah minimum regional akan dihapus. Artinya bagi yang menilai adanya penghapusan upah minimun regional, itu hanya orang-orang yang tidak memahami isi draf RUU Cipta Kerja semata”, jelas BambaBagaimana bila ada perusahaan yang melanggar dan tidak mau memberikan upah minimum regional pada bulan ke-13? Menurut bambang, itu bisa dipidanakan. Karena RUU Cipta Kerja telah hadir sebagai tameng bagi para pekerja untuk mendapatkan hak yang sama di mata perusahaan. “Jadi logikanya, RUU Cipta Kerja hadir untuk mengawal para pekerja terutama pekerja yang baru bekerja selama 12 bulan untuk mendapatkan upah minimun yang layak sesuai perkapita daerah masing-masing,” kata Bambang Arianto mengahiri.

RUU Cipta Kerja Bisa Menjadi Jaring Pengaman Upah Minimum Pekerja Baru Read More »

RUU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Tingkatkan Investasi

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji menilai Indonesia saat ini membutuhkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). RUU Ciptaker untuk kepentingan bangsa Indonesia. RUU Ciptaker juga akan menyinkronkan dan koordinasi prosedur pemberian izin antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Menurutnya, tak ada kewenangan daerah yang dihilangkan dalam RUU tersebut. RUU Ciptaker memang perlu disempurnakan. Ini penting agar nantinya isi aturan tersebut tak tumpang tindih dengan undang-undang yang telah ada.

RUU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Tingkatkan Investasi Read More »

RUU Cipta Kerja Munculkan Peluang dan Norma Baru Bagi Pekerja

Pembahasan RUU Cipta Kerja yang masih dilakukan oleh DPR dinilai mampu memunculkan peluang dan norma baru bagi pekerja dan pengusaha di Indonesia. Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pasundan Eki Baihaki mengatakan peluang dan norma ini harusnya bisa dimanfaatkan pada masa pemulihan ekonomi setelah badai pandemi. “Dari sisi pekerja, saya melihat justru banyak peluang yang tercipta dari adanya RUU Cipta Kerja. Banyak sekali stimulus untuk siapapun yang ingin memulai wirausaha. Peluang ini penting bagi para pekerja kalau memang ingin mencari solusi jika menilai keberlangsungan perusahaan terancam di tengah pandemi ini,” katanya dalam diskusi virtual bertajuk RUU Cipta Kerja Kepastian Kerja dan Investasi, Jumat (10/7/2020). Eki menilai pekerja harusnya memang melihat peluang dan opsi lain di tengah ketidakpastian iklim ekonomi yang terjadi. RUU Cipta Kerja yang jelas memiliki fokus untuk pemberdayaan, perlindungan UMKM, dan kemudahan berusaha, harusnya bisa menjadi jalan keluar supaya pekerja juga bisa lepas dari ketergantungan terhadap perusahaan. “Kalau hanya menggantungkan diri pada perusahaan, ini contoh pekerja yang menurut saya tidak merdeka. RUU Cipta Kerja ini memberikan opportunity yang luas kok, jadi pekerja memang perlu melihat peluang yang muncul dan memanfaatkannya,” kata Eki. Ekosistem ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja, menurutnya, juga menjamin fleksibilitas untuk investor lebih mudah masuk dan membuka lapangan kerja lebih masif. Hal ini sangat krusial untuk dilakukan karena Indonesia saat ini menghadapi tantangan bonus demografi pekerja. Di samping itu, Pengamat Administrasi Publik Universitas Padjadjaran Muhammad Rizal mengatakan RUU Cipta Kerja jika nantinya disahkan akan memiliki fleksibilitas untuk mempertahankan, memperbaiki, dan bahkan menghapus norma lama serta menciptakan norma baru yang lebih ramah investasi. “Ini sangat penting untuk segera dilakukan di Indonesia,” katanya. Menurutnya, Indonesia saat ini sudah cukup ketinggalan dari berbagai negara tujuan investasi. Upaya menarik kembali investor ini bahkan akan semakin sulit setelah adanya Covid-19. “Kalau kita tidak mampu memberikan regulasi yang kompetitif dan menarik buat investor, sangat mungkin terjadi relokasi bisnis besar-besaran ke wilayah yang lebih kompetitif. Kalau masih di Indonesia ya mungkin masih oke, tapi kalau ke luar dari Indonesia kan tidak bagus juga,” ujar Rizal.

RUU Cipta Kerja Munculkan Peluang dan Norma Baru Bagi Pekerja Read More »

DPP KNPI Dukung Sertifikasi Halal dalam RUU Cipta Kerja

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Haris Pertama menyebutkan bahwa sertifikasi halal oleh MUI selama puluhan tahun diduga tanpa akuntabilitas, transparansi dan pertanggungjawaban publik. Hal tersebut dikatakannya karena tidak ada laporan tentang biaya dan prosesnya serta hasilnya berapa jumlah yang sudah disertifikasi sementara kantor lembaga tersebut dibiayai oleh negara lewat Kementerian Agama. “Monopoli MUI tentang sertifikasi halal berdasarkan UU 33 tahun 2014 seharusnya berakhir karena proses sertifikasi halal dialihkan atau diambil alih negara karena sifatnya yang Mandatory (wajib) sedangkan dulu sifatnya Volunteer (sukarela),” ujar Haris dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu Dikatakannya, menurut UU 33 tahun 2014 kewajiban halal diberlakukan untuk semua produk makanan dan minuman sejak 17 Oktober 2019, 5 tahun sejak ditetapkan UU jaminan produk halal. Sejak itu harusnya negara mendapatkan pendapatan dari proses sertifikasi halal namun masih banyak kendala yang belum bisa diwujudkan karena menteri keuangan belum mengeluarkan tarif biaya sertifikasi halal. “Nah, dalam prosesnya, sekarang UU tersebut sedang diproses dalam klaster UU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja). Sertifikasi halal diharapkan dengan Omnibus Law Cipta Kerja ini bahwa proses pelayanan produk halal menjadi lebih mudah, sederhana dan murah dengan melibatkan semua ormas Islam dan perguruan tinggi di Indonesia,” tuturnya. Haris memperkirakan ada 70 jutaan pelaku usaha menengah ke bawah, makanan dan minuman, dan secara Nasional yang disampaikan oleh MUI dalam suratnya kepada DPR RI pertanggal 10 Juni 2020, kapasitas sertifikasi halal di MUI secara Nasional mencapai 102.744.000 pertahunnya.

DPP KNPI Dukung Sertifikasi Halal dalam RUU Cipta Kerja Read More »

RUU Cipta Kerja Tak Hapus Pesangon Karyawan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dipastikan tidak menghapus pesangon pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Di dalam beleid tersebut justru tercantum Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagai komponen tambahan dalam pesangon karyawan. “Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan kompensasi PHK berupa pesangon, penghargaan masa kerja, kompensasi lainnya, dan menambahkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP),” kata Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Golkar John Kennedy Azis dalam keterangan tertulis, Jumat, 24 Juli 2020. John menegaskan RUU Cipta Kerja tidak akan mengurangi perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK. Bahkan karyawan yang dirumahkan bisa mendapat manfaat tambahan selain Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JKM, Jaminan Pensiun/JP, dan Jaminan Hari Tua/JHT. Manfaat tersebut seperti akses untuk mendapatkan pekerjaan baru. Namun, seluruh manfaat ini hanya berlaku bagi pekerja yang terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek). “Selain itu ada juga uang penghargaan lainnya yakni Sweetener sebagai tambahan di luar Upah, dan besarannya maksimal lima kali Upah (sesuai) masa kerja. Diberikan satu kali jangka waktu satu tahun. Tidak berlaku bagi UMK,” tambahnya. Lebih lanjut, omnibus law tersebut dibutuhkan untuk menjawab tingginya data pengangguran di Indonesia yang menyentuh 7,05 juta orang. Dengan RUU Cipta Kerja, kata Jhon, penciptaan lapangan kerja lebih berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan akan terwujud. “Angkatan Kerja Baru berjumlah 2,24 Juta orang, Setengah Penganggur 8,14 Juta orang, Pekerja Paruh Waktu 28,41 Juta orang. Totalnya ada 45,84 Juta orang (34,4 persen) Angkatan Kerja bekerja tidak penuh,” jelas Jhon. Karena itu, RUU Cipta Kerja harus segera disahkan agar lapangan kerja tidak pindah ke negara lain yang lebih kompetitif. “TKI kita di luar negeri akan lebih banyak dari sekarang,” tukasnya.

RUU Cipta Kerja Tak Hapus Pesangon Karyawan Read More »

Kepala BKPM: Omnibus Law Dorong Kepastian Investasi

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan pentingnya segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law karena dapat mendorong kepastian investasi. Bahlil mengungkapkan, ada empat catatan penting dalam Omnibus Law, yakni pertama, terkait kewenangan. Menurut Bahlil, kewenangan perizinan tidak serta merta ditarik ke pusat. Namun, pemerintah daerah akan diberikan batas waktu untuk menerbitkan izin kepada investor. Jika melebihi batas waktu, kewenangan ditarik ke Presiden RI. Kemudian, Presiden RI berhak memberikan perintah kepada ke gubernur, bupati, wali kota, menteri ataupun kepala badan untuk membuat keputusan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Dalam Omnibus Law ini, semua perizinan akan ditarik dulu ke Presiden. Setelah itu, izin dikembalikan ke gubernur, bupati, wali kota, menteri ataupun kepala badan, disertai dengan aturan main. Selama ini tidak ada aturan mainnya. Supaya, jangan lagi kita terhalang-halangi,” katanya dikutip dari Antara, Rabu (5/8/2020). Poin kedua, adanya Omnibus Law untuk mendukung UMKM. Pemerintah berupaya meminimalkan persyaratan yang diperlukan pelaku UMKM untuk mendapatkan izin usahanya. “UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dengan kontribusi kurang lebih 60 persen dan penyerapan tenaga kerja hingga 120 juta orang. Namun, negara belum hadir secara maksimal lewat regulasi untuk mendesain mereka agar bisa naik kelas atau izin-izinnya tidak dipersulit. Sekarang, kita ingin dengan Omnibus Law, izin UMKM selembar surat saja selesai, tidak perlu lagi notifikasi-notifikasi,” katanya. Ketiga, Bahlil menilai RUU Ciptaker akan memberikan landasan hukum atas kewajiban kemitraan dengan UMKM. Pelaku usaha besar diwajibkan untuk menggandeng UMKM agar meningkatkan kualitas UMKM. “Ini baru bisa kita membangun demokrasi ekonomi. Karena tidak akan mungkin demokrasi ekonomi dapat kita wujudkan dengan baik, kalau regulasinya belum ada,” tutur Bahlil. Poin terakhir, lanjut Bahlil, yakni menyangkut lingkungan. Mantan Ketua Umum Hipmi itu menyatakan Omnibus Law juga dapat menyelesaikan persoalan izin usaha dan investasi terutama terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). “Amdal ini wajib, tapi kadang dibuat-buat juga. Contohnya investasi hanya Rp600 juta tapi biaya AMDAL bisa Rp1 miliar. Di mana itu uang habis? Di kabupaten/kota, polisi hutan. Itu ‘hantu’ semua mainnya,” katanya Menurut Bahlil, melalui RUU Cipta Kerja, nantinya tidak semua kelas pengusaha membutuhkan Amdal. Untuk kelas menengah, ada Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Sementara untuk usaha kelas besar tetap pakai Amdal dengan syarat yang tidak terlalu rumit.

Kepala BKPM: Omnibus Law Dorong Kepastian Investasi Read More »