Pemprov Papua Pegunungan mengalokasikan 50 persen anggaran otonomi khusus untuk pelayanan di sektor pendidikan dan kesehatan pada 2023.
Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan mendapatkan alokasi anggaran belanja daerah dan otonomi khusus atau otsus sebesar Rp 1,8 triliun pada 2023. Sebanyak 50 persen dari dana otsus akan difokuskan untuk layanan pendidikan dan kesehatan sehingga meningkatkan kualitas Indeks Pembangunan Manusia di provinsi tersebut.
Hal ini disampaikan Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo di sela Rapat Koordinasi (Rakor) Sosialisasi Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Papua Pegunungan, di Jayapura, Papua, Jumat (24/3/2023).
Rakor itu diselenggarakan oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Pemprov Papua Pegunungan. Kegiatan ini tidak hanya ditujukan bagi Pemprov Papua Pegunungan, tetapi juga pemda delapan kabupaten di provinsi yang baru dimekarkan dari Papua tersebut.
Kegiatan dalam bentuk diskusi panel ini menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Papua, serta Bank Papua. Dua narasumber dari Kementerian Dalam Negeri adalah Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni.
Nikolaus mengatakan, alokasi anggaran otsus untuk pelayanan kesehatan minimal 20 persen dan pendidikan mencapai 30 persen demi meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Papua Pegunungan yang belum optimal. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus.
Alokasi anggaran otsus difokuskan pada pelayanan pendidikan gratis dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi, khususnya bagi anak asli Papua. Sementara untuk kesehatan difokuskan pada layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga setempat yang tak mampu membayar premi BPJS Kesehatan.
Dari data pengamat pendidikan dari Universitas Papua, Agus Sumule, dan Badan Pusat Statistik, rata-rata angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) delapan kabupaten di Papua Pegunungan masih di bawah angka kategori IPM sedang, yakni 60. Kabupaten Nduga menjadi daerah dengan IPM terendah, yakni 31,55.
Papua Pegunungan termasuk tiga provinsi baru yang dimekarkan dari Papua pada November 2022. Adapun dua provinsi lain adalah Papua Selatan dan Papua Tengah.
”Kami berharap dengan pelaksanaan rakor ini memberikan pengetahuan bagi pemda di delapan kabupaten dalam pengelolaan keuangan daerah yang tepat sasaran. Tujuannya agar pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat Papua Pegunungan berjalan optimal,” kata Nikolaus.
Sementara itu, Agus Fatoni mengatakan, pihaknya mengapresiasi pelaksanaan rakor ini karena menyosialisasikan pengelolaan keuangan daerah hingga penyusunan APBD sesuai regulasi. Tujuannya agar pemda memahami belanja daerah dan menggenjot pendapatan asli daerah.
Kami telah mengalokasikan biaya pendidikan dalam anggaran otsus.
”Kementerian Dalam Negeri akan bersinergi dengan Pemprov Papua Pegunungan dan BPKP untuk pengawasan alokasi anggaran di delapan kabupaten ini. Tujuannya agar alokasi anggaran tepat sasaran,” ucap Agus.
Bupati Yalimo Nahor Nekwek, yang juga perwakilan Asosiasi Bupati Papua Pegunungan, menyatakan materi yang disampaikan para narasumber sangat bermanfaat baginya dan jajaran Pemkab Yalimo. Nahor menyatakan, alokasi anggaran otsus di Yalimo untuk sektor pendidikan dan kesehatan telah dicanangkan sejak tahun lalu.
”Selama masa kepemimpinan saya, para pelajar di Yalimo mengikuti kegiatan belajar di setiap jenjang pendidikan secara gratis. Sebab, kami telah mengalokasikan biaya pendidikan dalam anggaran otsus,” kata Nahor.
Pengamat pendidikan dari Universitas Papua, Agus Sumule, berharap pemda kabupaten dan kota di enam provinsi di Papua benar-benar berkomitmen mengalokasikan anggaran untuk mengatasi masalah pendidikan yang selama ini dialami masyarakat. Hal ini, misalnya, terkait tingginya angka warga yang tidak bersekolah dan rendahnya rata-rata lama sekolah.
”Dari hasil penelitian saya, khususnya di Papua Pegunungan, rata-rata lama sekolah hanya tiga tahun. Angka ini berarti rata-rata masyarakat asli di provinsi tersebut jenjang pendidikannya hanya sampai kelas 3 sekolah dasar,” kata Agus.