Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengatakan perekonomian nasional masih tetap terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi global, salah satunya karena permintaan domestik yang tetap kuat dan kinerja investasi yang solid.
“Ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,04 persen pada kuartal IV/2023 dan 5,05% secara full year pada tahun 2023,” ujarnya di acara Bloomberg Technoz Economic Forum, Rabu
Menurutnya, capaian ini merupakan salah satu yang terbaik di antara negara-negara G20 lainnya. Di mana, sejumlah negara yang tergabung antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, China, Turki, dan Uni Eropa.
Lebih lanjut, kata Lana, Ekonomi Indonesia di tahun 2024 diperkirakan juga masih akan tumbuh positif di atas 5% dengan baseline sekitar 5,12%.
Kinerja positif perekonomian Indonesia ini didukung oleh kinerja perbankan yang tetap solid. Intermediasi perbankan berjalan dengan baik yang ditopang oleh permodalan yang tebal dan rasio gagal bayar yang terjaga.
“Intermediasi perbankan terus tumbuh positif, per Desember 2023 kredit tumbuh 10,38% yoy sementara DPK tumbuh 3,73% YoY. Di sisi lain, per Desember 2023 NPL gross berada pada level yang terkendali sebesar 2,19% dan permodalan bank tetap kuat dengan CAR sebesar 27,69%,” tuturnya.
Lebih jauh, Lana menekankan, industri perbankan Indonesia saat ini tumbuh solid yang ditopang oleh permodalan yang tebal.
Terkait dengan adanya sederet bank yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pihaknya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mempunyai skema baru mengatasi bank gagal itu agar tidak berdampak sistemik.
Saat ini, kata Lana, LPS mempunyai mandat baru di dalam UU PPSK, termasuk mengatasi bank bangkrut di Indonesia. Dalam regulasi tersebut, LPS berperan tidak hanya sebagai kasir, menerima laporan dan menjalankan upaya penyehatan bank-bank yang sedang sakit, tapi sebagai risk minimizer.
“Ada upaya LPS minimalisasi risiko, koordinasi dengan OJK [Otoritas Jasa Keuangan] jadi syarat mutlak,” sebutnya.
Dia menjelaskan ketika terdapat satu bank yang gagal dan tidak bisa mendapatkan fasilitas pinjaman jangka pendek dari Bank Indonesia (BI), kemudian bank tersebut mempunyai masalah solvabilitas, OJK bisa merekomendasikan ke LPS agar mendapatkan dana dari LPS guna menopang solvabilitas.
Lalu, LPS akan melakukan review terhadap kondisi bank tersebut. LPS bisa menempatkan dana di bank tersebut dengan catatan, bank mempunyai peluang selamat ke depannya.
“Ini untuk mencegah agar risiko gagalnya bank tidak terjadi. Ketika bank dalam kondisi penyehatan bisa cari calon investor, ada bridge bank, atau penempatan dana sementara, hingga likuidiasi. Itu sudah ditetapkan di UU PPSK,” kata Lana.