Hukum dan HAM

UU TNI Langkah Strategis Menuju TNI yang Profesional dan Modern

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 20 Maret 2025 lalu. Keputusan ini merupakan tonggak penting dalam upaya memperkuat postur pertahanan nasional dan menyesuaikan peran TNI dengan dinamika perkembangan zaman. Revisi ini tidak hanya memperjelas batasan tugas TNI, tetapi juga membuka peluang bagi prajurit aktif untuk berkontribusi dalam sektor sipil, tentunya dengan tetap menjaga prinsip supremasi sipil dan demokrasi. Salah satu perubahan signifikan dalam revisi ini adalah penambahan dua tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yaitu menanggulangi ancaman siber juga melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri. Penambahan ini mencerminkan adaptasi TNI terhadap ancaman non-konvensional yang semakin kompleks di era digital dan globalisasi. Dengan demikian, TNI diharapkan dapat lebih responsif dan efektif dalam menjaga kedaulatan negara. Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Frega Wenas Inkiriwang menjamin bahwa militer tidak akan memata-matai sipil usai disahkannya revisi UU TNI. Frega menyatakan tugas pertahanan siber TNI yang termuat dalam undang-undang bukan untuk memata-matai masyarakat sipil. Iapun menyebut Kemhan memahami perbedaan pendapat dalam negara demokrasi. Menurutnya, kritik untuk lembaga pertahanan atau pemerintah adalah bentuk ekspresi yang wajar. Humas Kemhan itu meminta masyarakat tidak perlu khawatir tentang revisi UU TNI bakal membelenggu kebebasan sipil dan berekspresi. Menurutnya, pertahanan siber akan berfokus dalam konteks “lebih besar”. Frega menjelaskan bahwa tentara akan dikerahkan membendung persepsi negatif hingga disinformasi terkait kedaulatan negara. Frega menilai terdapat pihak eksternal yang ingin menciptakan misinformasi, disinformasi, hingga malinformasi. Revisi UU TNI juga mengatur mengenai jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Dalam UU yang lama, prajurit aktif hanya diperbolehkan menduduki posisi di pemerintahan setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, dalam versi baru UU TNI, anggota TNI aktif kini diperbolehkan untuk menjabat di 14 kementerian atau lembaga, seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Keamanan Laut. Jabatan tersebut dapat diisi oleh prajurit TNI aktif hanya berdasarkan permintaan kementerian/lembaga dan harus tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku. Di luar itu, TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan jika hendak mengisi jabatan sipil. Revisi regulasi ini juga memperpanjang usia pensiun bagi prajurit TNI. Batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama diperpanjang menjadi 55 tahun, sementara perwira hingga pangkat kolonel tetap pada usia 58 tahun. Untuk perwira tinggi, masa dinas diperpanjang, khususnya bagi bintang empat, yakni 63 tahun dan maksimal 65 tahun. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi prajurit yang masih memiliki kapasitas dan dedikasi tinggi untuk terus berkontribusi dalam menjaga pertahanan negara. Selain itu, revisi UU TNI juga menekankan pentingnya modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) melalui penguatan industri pertahanan dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian produksi alutsista serta memperkuat kemampuan tempur TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Di sisi lain, peningkatan kesejahteraan prajurit juga menjadi fokus utama. RUU ini mencakup perbaikan sistem jaminan sosial bagi keluarga prajurit, serta penyesuaian usia pensiun dan jenjang karier sesuai kebutuhan organisasi. Meskipun revisi ini memberikan ruang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil, hal ini tidak berarti bahwa TNI akan kembali ke era dwifungsi ABRI. Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa revisi ini tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Seluruh posisi yang diduduki perwira TNI tetap disesuaikan dengan kebutuhan dan tugas yang diperlukan oleh presiden. Dengan demikian, prinsip netralitas dan supremasi sipil tetap dijaga. Kepala Hukum (Kakum) Koharmatau, Letkol Kum Anwar Musyadad, menyampaikan bahwa TNI tetap menjunjung tinggi prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi. Ia menegaskan bahwa TNI akan terus menjaga keseimbangan antara peran militer dan otoritas sipil dengan mematuhi garis profesionalisme dalam pelaksanaan tugas. Prinsip ini selaras dengan komitmen Panglima TNI yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR RI. Senada, Fraksi Partai Gerindra DPR RI juga menyatakan bahwa revisi UU TNI sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi. Ketua Fraksi Gerindra DPR, Budisatrio Djiwandono, menegaskan bahwa revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Revisi ini memastikan TNI siap menghadapi tantangan zaman dan memperkuat pertahanan negara terhadap ancaman baru yang dapat mengganggu kedaulatan NKRI. Pengesahan revisi UU TNI merupakan langkah strategis dalam memperkuat postur pertahanan nasional. Dengan penambahan tugas pokok, peluang jabatan sipil bagi prajurit aktif, penyesuaian usia pensiun, dan fokus pada modernisasi alutsista serta kesejahteraan prajurit, TNI diharapkan dapat menjadi institusi yang profesional dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Dukungan terhadap revisi ini menunjukkan komitmen untuk menjaga kedaulatan negara dan memastikan TNI tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan pertahanan Indonesia.

UU TNI Langkah Strategis Menuju TNI yang Profesional dan Modern Read More »

Masyarakat di Berbagai Wilayah Apresiasi UU TNI

Pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia beberapa waktu lalu menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Namun demikian, UU ini mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Mereka melihat undang-undang ini sebagai langkah penting dalam memperkuat TNI sebagai institusi yang profesional dan siap menjaga kedaulatan negara, stabilitas, serta ketertiban di tengah-tengah masyarakat. Bagi banyak warga di daerah yang rawan konflik atau berada di daerah perbatasan, keberadaan TNI sangat penting. Daerah-daerah seperti Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara memiliki tantangan tersendiri dalam hal keamanan, dengan adanya potensi ancaman dari kelompok separatis, serta ketegangan yang bisa terjadi antara kelompok masyarakat tertentu. Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto mengatakan pihaknya menyampaikan apresiasi atas pengesahan tersebut, berharap UU yang baru dapat memberikan manfaat besar bagi bangsa dan negara. Keberadaan TNI di wilayah-wilayah ini dirasakan sebagai pelindung yang menjaga kedaulatan negara dan memberi rasa aman kepada masyarakat. Apresiasi terhadap UU TNI muncul karena pasal-pasal dalam undang-undang tersebut semakin menegaskan peran TNI sebagai alat negara yang tidak hanya bertugas menjaga pertahanan negara tetapi juga menjaga stabilitas keamanan di wilayah yang rawan. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono mengatakan revisi UU TNI tetap sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi. Pihaknya memastikan revisi tersebut tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional Di Papua, misalnya, masyarakat setempat menilai bahwa keberadaan TNI menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga kedamaian. Di tengah berbagai tantangan yang ada, mulai dari ancaman kelompok separatis hingga masalah sosial lainnya, TNI diharapkan dapat memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat. Keberadaan pasukan yang terlatih dan siap siaga memberikan rasa aman bagi warga yang tinggal di wilayah-wilayah yang sering menjadi titik rawan. Tidak hanya itu, TNI juga turut berperan dalam pembangunan daerah dengan membantu infrastruktur, memberi pelatihan keterampilan, serta terlibat dalam kegiatan sosial yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan juga merasakan manfaat yang besar dari adanya penguatan peran TNI dalam undang-undang ini. Kawasan seperti Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga sering kali tantangan berupa penyelundupan barang, kejahatan lintas batas, dan ancaman teroris. Dengan adanya UU TNI yang lebih jelas mengatur peran TNI dalam pengamanan perbatasan, masyarakat merasa lebih terjamin keselamatannya. TNI dianggap sebagai institusi yang memiliki kapasitas dan pengalaman dalam menghadapi ancaman-ancaman tersebut, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Apresiasi masyarakat terhadap UU TNI tidak hanya terbatas pada aspek pertahanan dan keamanan, tetapi juga mencakup aspek profesionalisme TNI. Dalam undang-undang yang baru ini, TNI semakin ditegaskan sebagai institusi yang harus bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalisme. Masyarakat berharap agar TNI terus mengedepankan tugasnya dengan penuh dedikasi, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, serta menjaga netralitas dalam politik. Hal ini penting agar TNI dapat terus diterima oleh masyarakat sebagai pihak yang berada di luar kepentingan politik praktis dan lebih fokus pada tugas utama mereka sebagai penjaga keamanan dan ketertiban negara. UU TNI juga memuat ketentuan tentang operasi militer selain perang (OMSP), yang mempermudah TNI untuk turut serta dalam operasi kemanusiaan, penanggulangan bencana, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung stabilitas dalam negeri. Masyarakat merasa bahwa ketentuan ini memberikan ruang bagi TNI untuk tidak hanya bertindak dalam situasi perang atau konflik bersenjata, tetapi juga dalam situasi damai yang membutuhkan peran mereka. Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, juga menambahkan bahwa revisi UU TNI tidak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak terpancing oleh narasi yang mempertentangkan atau menciptakan dikotomi terkait revisi UU TNI. Namun, meskipun banyak mendapat apresiasi, tentu saja tidak semua pihak sepakat dengan beberapa pasal dalam UU TNI, terutama terkait dengan perluasan peran TNI dalam penanganan keamanan domestik. Beberapa kalangan mengingatkan bahwa TNI harus tetap menjaga jarak dengan tugas-tugas sipil dan tidak boleh terlibat dalam urusan yang seharusnya menjadi kewenangan kepolisian. Secara keseluruhan, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia mengapresiasi keberadaan UU TNI sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan negara. Undang-undang ini dianggap sebagai langkah yang tepat dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam menjaga kedaulatan negara, stabilitas sosial, serta memperkuat peran TNI sebagai penjaga perdamaian. Tentu saja, seperti halnya dengan kebijakan lainnya, pengawasan yang ketat dan implementasi yang bijak akan sangat menentukan apakah UU TNI ini benar-benar akan memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Apresiasi terhadap UU TNI yang datang dari berbagai penjuru Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat semakin memahami pentingnya peran TNI dalam menjaga negara. Dengan adanya undang-undang ini, diharapkan TNI dapat terus melaksanakan tugasnya dengan profesional, transparan, dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan negara. Keberadaan TNI yang lebih terstruktur dan terlindungi oleh hukum akan semakin memperkuat kedaulatan Indonesia di mata dunia internasional.

Masyarakat di Berbagai Wilayah Apresiasi UU TNI Read More »

AHY Sebut UU TNI Tidak Akan Bawa Indonesia Kembali ke Orde Baru

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur (Menkoinfra) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak akan membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru atau menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI. “Saya tahu ada kekhawatiran di masyarakat terkait RUU TNI ini, terutama anggapan bahwa aturan ini akan membawa kita kembali ke masa Orde Baru,” ujar AHY di Jakarta. “Tetapi kalau dibaca baik-baik, tidak ada yang mengarah ke sana,” tambah dia. Menurut AHY, RUU TNI justru memperjelas batasan peran TNI dalam menjalankan tugas-tugasnya, baik dalam operasi militer perang maupun operasi selain perang. Aturan ini juga memberikan koridor yang lebih spesifik terkait di mana TNI dapat berperan di lembaga pemerintahan. “Koridornya sudah jelas, ada 10 plus 5 lembaga yang bisa dimasuki oleh TNI dalam batasan tertentu. Ini sangat relevan dengan peran dan tugas TNI,” tambah dia. Selain itu, RUU TNI juga mengusulkan perubahan usia pensiun, yang disesuaikan dengan perkembangan organisasi dan kebutuhan pertahanan nasional. AHY menyebut bahwa perubahan ini perlu dikaji secara mendalam agar tetap relevan dengan kondisi saat ini. “Ada konsekuensi dari perubahan usia pensiun di tubuh militer. Kita melihat pentahapan dan stratifikasinya, dari 60 ke 63 tahun, sesuai dengan peran yang ada,” jelaa dia. AHY juga menekankan bahwa perubahan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek internal TNI, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan negara dalam menghadapi tantangan keamanan dan pertahanan ke depan. Menanggapi kritik soal potensi kembalinya dwifungsi ABRI, AHY menegaskan bahwa RUU TNI tetap berfokus pada profesionalisme dan modernisasi TNI. “Saya tidak melihat ada indikasi dwifungsi ABRI dalam aturan ini. Jika kita teliti lebih jauh, RUU ini justru menegaskan bahwa TNI memiliki peran yang spesifik sesuai dengan tugasnya dalam menjaga keamanan negara, baik dalam perang maupun operasi lainnya, seperti penanggulangan bencana atau pengendalian penyakit,” paparnya. AHY juga menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk menjelaskan substansi RUU TNI agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Penting bagi pemerintah dan TNI untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa RUU ini bertujuan membangun TNI yang profesional, modern, dan siap menghadapi tantangan zaman, bukan untuk kembali ke era Orde Baru,” tutupnya.

AHY Sebut UU TNI Tidak Akan Bawa Indonesia Kembali ke Orde Baru Read More »

Pengesahan UU TNI Tetap Kedepankan Prinsip Demokrasi

Rapat Paripurna DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi Undang-Undang TNI yang baru pada Kamis, (20/3/2025). Dalam laporannya, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto menekankan prinsip dasar dalam UU TNI tetap berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi, supremasi sipil, Hak Asasi Manusia (HAM), serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disepakati. Utut menjelaskan bahwa pembahasan RUU ini telah melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, pakar, akademisi, LSM serta Kementerian dan Lembaga serta Panglima TNI. Sebelum keputusan pengesahan, Komisi I DPR RI telah menggelar berbagai rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada bulan Maret 2025 untuk mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat. Adapun pokok-pokok yang dibahas dalam RUU TNI antara lain mencakup kedudukan TNI, penambahan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), penempatan prajurit TNI di kementerian dan lembaga, serta perubahan masa dinas prajurit. Beberapa perubahan penting dalam RUU ini adalah penambahan dua tugas pokok TNI dalam OMSP, yaitu membantu mengatasi ancaman siber dan melindungi serta menyelamatkan warga negara Indonesia di luar negeri. “Pertama yaitu kedudukan TNI, Pasal 7 operasi militer selain perang, pasal ini menambah cakupan tugas pokok TNI dalam OMSP dari semula 14 menjadi 16. Penambahan 2 tugas pokok meliputi membantu menanggulangi ancaman pertahanan siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri,” tutur Utut. Selain itu Pasal 47, prajurit aktif dapat menduduki jabatan di beberapa Kementerian dan Lembaga yang semula berjumlah 10 menjadi 14 Kementerian dan Lembaga. “Berdasarkan permintaan pimpinan kementerian dan lembaga dengan tetap tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku di lingkungan di Kementerian dan Lembaga tersebut,” tandas Utut. Diluar penempatan pada 14 Kementerian dan Lembaga tersebut, TNI dapat menduduki jabatan sipil dengan catatan harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Ketiga, pasal 53 menambah masa dinas keprajuritan. Dalam pasal ini mengalami perubahan masa bakti prajurit masa dinas yang selama ini diatur paling tinggi usia 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk Bintara/Tamtama mengalami penambahan sesuai jenjang kepangkatan. Menutup laporan, Utut berharap dan memohon seluruh Anggota DPR RI untuk ikut membantu dalam pengambilan keputusan di tingkat II untuk menyetujui Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi Undang-Undang. Menanggapi laporan Ketua Komisi I, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta persetujuan seluruh fraksi di DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang. “Kini saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi DPR RI, apakah RUU TNI dapat disetujui untuk menjadi Undang-Undang?” tanya Puan yang kemudian disambut dengan persetujuan seluruh Anggota DPR. Merespon pengesahan ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan DPR RI, Komisi I, seluruh Fraksi serta segenap elemen masyarakat LSM yang telah berperan aktif dalam pembahasan dan pengesahan RUU ini. Dengan disahkannya UU TNI, diharapkan peran TNI sebagai penjaga kedaulatan negara dapat semakin optimal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menjaga perdamaian dan keamanan nasional.  “Kami tidak akan pernah mengecewakan rakyat Indonesia di dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pesan Menhan. Turut hadir dalam Rapat Paripurna DPR RI saat pengesahan RUU Tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI menjadi UU TNI yaitu Panglima TNI Agus Subiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Kepala BIN Herindra dan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.

Pengesahan UU TNI Tetap Kedepankan Prinsip Demokrasi Read More »

Mahfud MD Sebut RUU TNI Justru Lebih Proporsional

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik hasil Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurutnya, hasil dari RUU TNI tetap sejalan dengan prinsip reformasi dan tidak menghidupkan kembali dwifungsi ABRI sebagaimana berjalan di era Orde Baru. “Hasil yang terakhir ini cukup fair, cukup fair tidak tidak terlalu mengambil banyak dari apa namanya desain politik kita yang didiamkan sejak zaman reformasi,” ujar Mahfud MD dalam keterangannya, dikutip Rabu (18/3/2025). Mahfud menegaskan bahwa isu RUU TNI untuk mengembalikan dwifungsi ABRI pun tidak terbukti. Dia pun menjelaskan terkait dwifungsi ABRI di era Orde Baru, dimana keputusan-keputusan politik penting hanya ditentukan oleh tiga elemen, yakni ABRI, Birokrasi, dan Golkar, sehingga membatasi partisipasi publik dalam demokrasi. “Karena begini, isunya mau mengembalikan dwifungsi, isunya semula bukan banyak hal, misalnya kalau dwifungsi itu apa sih? Dwifungsi ABRI itu dulu di zaman Orde Baru keputusan-keputusan politik penting hanya dilakukan oleh ABG, ABG itu hanya tiga institusi yang boleh menentukan keputusan politik yaitu ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Diluar itu tidak boleh ikut menentukan, sangat mencekam zaman dulu,” kata Mahfud. Kini, Mahfud mengatakan bahwa kondisi tersebut sudah berubah, dan landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam politik tetap terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000. “Kemudian dwifungsi itu memberikan ruang kepada ABRI, TNI, dan Polri untuk masuk di DPR tanpa ikut Pemilu jumlah suaranya 28% waktu itu. Terus DPR langsung diberikan ke TNI Polri. Jabatan-jabatan di pemerintahan bisa dimasuki oleh anggota TNI Polri pada waktu itu terutama Gubernur dan Bupati Walikota, itu semuanya ditentukan, meskipun ada DPR nya ya tetap dipaksa gitu. Nah sekarang itu sudah tidak ada, itu sudah tidak ada,” paparnya. “Sehingga landasannya itu adalah TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 tahun 2000, dimana UU TNI Polri disahkan kemudian Panglima dan Kapolri berada di bawah Presiden. Dan itu yang berlaku sampai sekarang,” tambah Mahfud. Mahfud juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang terus mengawal proses revisi RUU ini. “Saya berterima kasih, bersyukur kita semua kepada saudara, para pegiat media yang terus ikut mencermati itu, mengikuti itu kemudian kepada civil society, LSM-LSM yang terus sejak awal kemudian mahasiswa yang di berbagai tempat demo, meskipun tidak diberitakan secara eksponensial. Sehingga keputusan dari revisi RUU itu tidak seperti brand yang beredar sebelumnya yang juga diindikasikan sebagai karakter utama oleh para politisi sendiri,” katanya. Salah satu poin positif dalam revisi ini, lanjut Mahfud, adalah penegasan bahwa Panglima TNI tetap berada di bawah Presiden, sebagaimana telah diatur dalam TAP MPR sebelumnya. Selain itu, aturan juga semakin memperjelas bahwa anggota TNI yang ingin menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dini. “Malah yang bagus itu adalah penegasan kembali bahwa anggota TNI yang masuk ke jabatan sipil itu harus mengundurkan diri atau pensiun dini. Artinya jalan keluar sudah diberikan oleh keputusan ini kalau ini konsisten yang sudah dikatakan oleh pimpinan TNI termasuk oleh Panglima,” tambahnya. Lebih lanjut, Mahfud menilai bahwa meskipun jumlah jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI bertambah, hal itu tetap dalam batas kewajaran dan tidak mengembalikan dwifungsi ABRI. “Jadi ada penegasan. Lalu ada namanya proporsional, proporsional jabatan lainnya itu yang menurut saya yang juga hanya itu saja tapi tidak kembali dwifungsi ABRI. Meskipun sekarang ada tambahan dari 10 institusi seperti yang boleh ditempati oleh TNI sekarang menjadi 15 atau 16, ya itu tidak apa-apa,” tegasnya.

Mahfud MD Sebut RUU TNI Justru Lebih Proporsional Read More »

Indonesia Perkuat Diplomasi Maritim dalam IMSS ke-6 di Bali, Rangkaian MNEK 2025

Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Muhammad Zamroni, S.I.P., M.Si., menyambut kedatangan Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada Senin 17 Februari 2025. Kedatangan Menhan RI beserta rombongan dalam rangka menghadiri 6th International Maritime Security Symposium () yang diselenggarakan di Bali International Convention Center (), The Westin, Nusa Dua. ke-6 merupakan bagian dari rangkaian 5th Multilateral Naval Exercise Komodo () 2025 dan dihadiri oleh pejabat tinggi militer Indonesia serta delegasi dari 38 negara. Forum strategis ini menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk mendiskusikan tantangan keamanan global, angkatan laut, serta pemanfaatan teknologi dalam menjaga stabilitas perairan internasional. Saat menjadi Keynote Speech di acara tersebut, Menhan RI menyampaikan bahwa pihaknya tidak hanya berjuang untuk perdamaian, tetapi juga menjaga kedaulatan negara dengan , serta menjunjung tinggi rasa saling menghormati dan saling menguntungkan. “Melalui pertemuan ini, kita berbagi cara menghadapi tantangan kemanusiaan global, dimana komunitas dan angkatan laut harus berkontribusi demi kepentingan kemanusiaan,” tambah Menhan RI. Lebih lanjut Menhan Sjafrie menitikberatkan bahwa yang kuat, baik antarindividu maupun antarnegara, sangat penting dalam masa damai untuk kesiapan menghadapi bencana sebagai bentuk solidaritas internasional. “Oleh karena itu, mari kita perkuat hubungan, membangun kerja sama , dan meningkatkan kapasitas demi kawasan Indo-Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera,” pesan Menhan Sjafrie. Dalam sesi diskusi, berbagai ancaman global di bidang kemaritiman menjadi perhatian utama, termasuk kejahatan lintas negara, pembajakan, perdagangan manusia dan pencemaran laut. Pangdam menekankan pentingnya sinergi antara militer, pemerintah dan komunitas internasional untuk mengatasi tantangan ini. Keamanan bukan hanya tanggung jawab satu negara, tetapi memerlukan kolaborasi regional dan global. Forum ini menjadi platform penting untuk memperkuat kerja sama demi stabilitas dan perdamaian di kawasan. Selain diskusi strategis, simposium ini juga membahas peran teknologi canggih dalam pertahanan , seperti pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan sistem pengawasan berbasis data guna meningkatkan efektivitas pengamanan laut. Keikutsertaan Indonesia dalam 2025 diharapkan dapat memperkuat perannya dalam internasional, sekaligus membangun hubungan strategis dengan negara-negara sahabat untuk menjaga perairan tetap aman dan kondusif bagi perdagangan serta aktivitas kemaritiman lainnya. Kegiatan ini ditutup dengan sesi panel diskusi yang menghadirkan sejumlah petinggi angkatan laut dunia, membahas berbagai skenario serta solusi untuk menghadapi tantangan keamanan di masa depan. Dengan suksesnya penyelenggaraan ke-6, diharapkan kerja sama keamanan internasional semakin erat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi stabilitas dan keamanan global. Dalam keterangannya, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IX/Udayana, Kolonel Inf Agung Udayana, S.E., M.M., M.Hi., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat peran Indonesia dalam menjaga keamanan di kawasan. “Keikutsertaan Pangdam IX/Udayana dalam ke-6 menunjukkan komitmen TNI dalam mendukung kerja sama internasional guna menghadapi tantangan di bidang kemaritiman,” ujarnya. Kapendam Agung Udayana juga menegaskan bahwa jajaran Kodam IX/Udayana siap mendukung berbagai langkah strategis yang dihasilkan dalam forum ini untuk meningkatkan keamanan perairan Indonesia dan sekitarnya.

Indonesia Perkuat Diplomasi Maritim dalam IMSS ke-6 di Bali, Rangkaian MNEK 2025 Read More »

Jaga Perairan Regional dan Global, 39 Negara Ikuti MNEK 2025 di Bali

Bali menjadi tuan rumah event internasional, Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2025. Agenda itu berlangsung pada 15–22 Februari 2025 di Pulau Dewata ini. Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI, Muhammad Ali menungkapkan, acara ini diikuti oleh 39 negara, termasuk Indonesia.  Menurutnya, beberapa kapal perang negara peserta juga sudah tiba di Bali.  “Kami berharap acara ini akan memberikan dampak positif bagi Bali, meningkatkan kunjungan pariwisata, serta mendukung perekonomian masyarakat,” harapnya di Denpasar, Sabtu (15/2). Pihaknya menuturkan alasan dipilihnya Bali sebagai lokasi pelaksanaan MNEK 2025.  Ketika MNEK dua tahun lalu digelar di Makassar, para peserta menginginkan agar MNEK selanjutnya dapat diselenggarakan di Pulau Dewata. “Dua tahun lalu, ketika acara dilaksanakan di Makassar, saya bertanya kepada para peserta: ‘Untuk selanjutnya, ingin di mana?’ Mereka semua menginginkan agar acara ini bisa digelar di Bali,” katanya.  “Mereka sangat berharap agar bisa diadakan di Bali. Jadi akhirnya kita putuskan Bali sebagai lokasi pelaksanaannya tahun ini,” ungkapnya. Lanjutnya, MNEK sebelumnya telah diselenggarakan di Batam, Padang, Lombok, dan Makassar, sebelum akhirnya tahun ini diadakan di Bali.  Selain latihan laut bersama, akan ada banyak kegiatan sosial yang berlangsung selama MNEK 2025 di Bali. “Terima kasih atas dukungan Pemprov Bali selama ini. Kami berharap kegiatan ini bisa berjalan dengan baik,” harapannya. Dia menambahkan, MNEK 2025 juga menjadi ajang penting dalam memperkuat kerja sama maritim antarnegara serta menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga keamanan perairan regional dan global. Rangkaian kegiatan MNEK 2025 akan diawali dengan upacara pembukaan di Pelabuhan Benoa, Denpasar.  Sementara itu, latihan laut akan dilaksanakan di Selat Badung dan perairan utara Bali di Laut Bali. Sementara itu, Pj. Gubernur Bali Mahendra Jaya mengucapkan terima kasih atas dipilihnya Bali sebagai lokasi pelaksanaan MNEK 2025.  Ia berharap ajang ini dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian masyarakat Bali. “Terima kasih telah memilih Bali sebagai lokasi acara. Event ini kita harapkan dapat mendukung pengembangan UMKM di Bali. Perekonomian masyarakat juga bisa ikut meningkat, karena pasti banyak peserta yang datang dan beraktivitas di darat,” pungkasnya. 

Jaga Perairan Regional dan Global, 39 Negara Ikuti MNEK 2025 di Bali Read More »

Prabowo Janji Bersih-Bersih Aparat yang Tidak Setia kepada Rakyat

Presiden RI Prabowo Subianto janji akan bersih-bersih aparat yang tidak setia kepada bangsa, negara, dan rakyat. Prabowo mengingatkan aparat agar terus setia kepada rakyat dan tidak mengkhianatinya.  “Dan bagi aparat-aparat harus milih setia kepada bangsa, negara dan rakyat atau setia kepada pihak lain. Kalau setia kepada banga, negara, dan rakyat, ayok,” ujar Prabowo dalam pidatonya di hadapan mahasiswa di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, hari ini. Jika para aparat penegak hukum di Tanah Air enggan setia kepada rakyat, maka Prabowo berjanji tak segan untuk membersihkan mereka. “Kalau tidak, percaya lah saya akan bersihkan aparat Republik Indonesia dan saya yakin dan percaya rakyat Indonesia berada di bekakang saya,” tegas Prabowo. Orang nomor satu di Indonesia itu juga meminta agar pejabat yang sudah menerima fasilitas dari bangsa dan negara untuk bayar kewajibannya kepada negara.  “Kemudian, hai kalian-kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa, negara bayar lah kewajibanmu. Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum sudah kita, kita menghadap masa depan, kita tidak ungkit ungkit yang dulu. “Tapi kalau kau bandel terus apa boleh buat, kita akan menegakkan hukum,” tandas Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Prabowo Janji Bersih-Bersih Aparat yang Tidak Setia kepada Rakyat Read More »

Transmigrasi Papua Berikan Konstribusi Nyata bagi Pembangunan Daerah di Papua

Hari Bakti Transmigrasi ke-74 dilaksanakan di Kampung Yasa Mulya, SP 2 Distrik Tanah Miring, Merauke, Papua Selatan, Kamis (12/12). Peringatan Hari Bakti Transmigrasi  ini dilakukan secara sederhana dengan apel  dipimpin  Asisten II Setda Provinsi Papua Selatan Sunarjo, S.Sos, mewakili Pj Gubernur Papua serta dialog dengan warga dari lokasi eks transmigrasi itu. Sunarjo yang juga mantan wakil bupati Merauke periode 2011-2016 itu mengungkapkan, kehadiran transmigrasi di Papua khususnya di Kabupaten Merauke telah memberikan konstribusi nyata bagi pembangunan Kabupaten Merauke terutama terkait dengan ketahanan pangan. ‘’Tak dapat dipungkiri bahwa kehadiran  transmigrasi di wilayah ini telah memberikan konstribusi nyata bagi pembangunan di Papua Selatan khususnya Kabupaten Merauke,’’ katanya. Sunarjo yang merupakan produk dari transmigrasi ini menjelaskan bahwa di Kabupaten Merauke terdapat  66 satuan pemukiman  transmigrasi (SPT) yang meliputi Distrik Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, Jagebob, Muting, Elikobel dan Ulilin.  Jika  rata-rata setiap kepala keluarga tersebut dihuni sekitar 500 jiwa, maka sedikitnya ada sekitar 33.000 jiwa penduduk.    Sunarjo juga mengungkapkan bahwa ada upaya  untuk melakukan transmigrasi lagi ke Papua dan upaya tersebut ada sebagian besar penolakan dan ada sebagian kecil yang memberikan ruang. ‘’Bagaimana di Merauke, nanti kepala dinas yang koordinasi. Karena ada program inovasi. Ada program transmigrasi yang dilakukan jaman orde lama di jaman bapak saya, kemudian  ada jaman orde baru untuk 66 SPT dan  ada orde inovasi Pak Presiden Prabowo dibawa Menteri Transmigrasi Republik Indonesia,’’ katanya.

Transmigrasi Papua Berikan Konstribusi Nyata bagi Pembangunan Daerah di Papua Read More »

Presiden Prabowo Bakal Susun Lagi UU KKR untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto berencana menyusun kembali undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Langkah ini diambil untuk menyediakan dasar hukum yang jelas dalam upaya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di masa lalu. “Walaupun Undang-Undang KKR sebelumnya telah dibatalkan, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo akan melanjutkan upaya untuk merancang ulang undang-undang tersebut,” kata Yusril dalam acara puncak Hari HAM di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa malam, 10 Desember 2024. Yusril menegaskan bahwa keberadaan UU KKR sangat penting agar penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu, bahkan mencakup peristiwa yang telah lama terjadi. Ia mengingatkan bahwa pemerintah sebenarnya pernah memiliki undang-undang terkait KKR. Namun, seluruh pasal dalam UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yang menilai adanya ketidaksesuaian dengan konstitusi. “Pembatalan UU KKR menyebabkan banyak persoalan HAM berat di masa lalu menjadi sulit untuk diselesaikan secara tuntas,” ujar Yusril. Sebagai respons atas situasi tersebut, Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2023, yang mengatur penyelesaian non-yudisial untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Melalui Perpres ini, beberapa langkah penyelesaian dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis dan non-yudisial. Namun, tetap diperlukan dasar hukum yang lebih kuat melalui undang-undang,” jelas Yusril. Selain mempersiapkan landasan hukum untuk rekonsiliasi, Yusril juga mengimbau semua pihak agar tidak terjebak dalam dendam terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu. Menurutnya, upaya penyelesaian harus dilakukan tanpa melahirkan kebencian atau permusuhan baru. “Kita perlu mencatat dan menyelesaikan peristiwa-peristiwa masa lalu sejauh mungkin, tetapi tidak boleh terperangkap oleh dendam yang justru dapat menghambat kemajuan bangsa,” ujarnya. Yusril menambahkan bahwa langkah rekonsiliasi bertujuan untuk mencegah pelanggaran HAM serupa di masa depan. Ia berharap masyarakat dapat melangkah maju dengan semangat persatuan, tanpa melupakan pelajaran berharga dari sejarah kelam bangsa. “Kita harus menatap ke depan. Jangan sampai dendam masa lalu menjadi penghalang bagi terciptanya keadilan dan perdamaian,” pungkasnya.

Presiden Prabowo Bakal Susun Lagi UU KKR untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Read More »